Rabu, 24 Oktober 2012

Pangeran Edward Syah Pernong


Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan
Sekala Beghak XXIII
Sebagai Kapolwiltabes Semarang
19 Pebruari 2009

Sai Batin

Sai Batin 

Sai Batin

Sai Batin Kedau Rakyat
Sai Batin Kedau Harkat
Sai Batin Kedau Derajat
Sai Batin Kedau Adat
Sai Batin mejaung de hejaungan
Sai Batin nyeceng pamanuhan

LAMPUNG BARAT, LAMPUNG, INDONESIA
Tahun 1989, Pangeran Edward Syah Pernong dinobatkan sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII


  • 3 tahun yang lalu
    19/02/09
    Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo meminta kepada Kapolwiltabes Semarang yang baru, Kombes Pol Edward Syah Pernong SH, untuk menuntaskan kasus-kasus menonjol yang belum terungkap dan menjadi pekerjaan rumah sepanjang tahun 2008.
    Menurut Kapolda, tingkat kriminalitas di Kota Semarang menempati peringkat I tertinggi dibandingkan dengan wilayah hukum lain di Jawa Tengah. Dari 1.716 kasus pidana menonjol yang dilaporkan, baru 927 kasus yang terselesaikan. Sementara, secara keseluruhan laporan yang masuk yakni, 4.400 kasus 2.911 diantaranya dapat diungkapkan.
    "Saya percaya dan yakin, dengan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki, Kapolwiltabes yang baru akan dapat segera menyesuaikan diri dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas yang akan datang," ungkap Kapolda saat membacakan amanat pada upacara serah terima jabatan (sertijab) Kapolwiltabes Semarang, Rabu (18/2) pagi.
    Edward Syah Pernong menggantikan Kombes Masjhudi yang akan menjabat sebagai Wakapolda Kepulauan Bangka Belitung. Hadir acara itu, pejabat tinggi jajaran Muspida Tingkat II dan seluruh Kapolres Polwiltabes Semarang.
    Dijelaskan Kapolda, selama Januari 2009 saja, jumlah kasus tindak pidana yang tercatat mencapai 402 kasus dan yang tertangani masih 51 persen. Tingginya tingkat kriminalitas di Semarang, menurut Kapolda, karena sebagai ibukota Jawa Tengah yang secara geografis memiliki posisi strategis dalam koridor pembangunan.
    Untuk itu, Kapolwiltabes diminta segera menyusun langkah dan memberikan upaya serta terobosan untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib.
    "Berikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Hindari sikap arogan serta perbuatan anggota yang dapat menimbulkan antipasti masyarakat. Terapkanlah polisi yang tegas dan humanis lewat pemolisian dengan cinta kasih," pesan Alex Bambang.
    Kepada seluruh jajaran, Kapolda meminta agar seluruh anggota bekerja secara profesional dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. "Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah."
    Melakukan Evaluasi
    Sementara itu, Edward S Pernong seusai sertijab mengatakan, terhadap pengungkapan kasus menonjol yang belum terselesaikan, dia akan melakukan evaluasi. Dengan demikian, akan dapat dilihat langkah apa yang dapat diambil dan dioptimalkan untuk pengungkapan kasus.
    "Saya akan mengoptimalkan langkah dan kebijakan pejabat lama. Termasuk termasuk struktur
    organisasi yang sudah tersusun dengan baik. Saya akan mengenali lingkungan dulu untuk memberikan kontribusi dan menentukan langkah yang cukup strategis dalam rangka mengelola keamanan Semarang," kata Edward yang sebelumnya bertugas sebagai Penyidik Utama Tindak Pidana tertentu (Tipiter) Bareskrim Mabes Polri.
    Ditambahkannya, tugas terpenting lain adalah mempersiapkan pengamanan Pemilu yang tinggal 53 hari lagi. Dia meminta seluruh jajarannya agar mendukung dan dan melakukan persiapan dan kesiapan baik sarana maupun prasarana, demi terpeliharanya suasana yang kondusif.
    Kepada Masjhudi, Kapolda menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang telah memimpin jajarannya dengan penuh semangat pengabdian dan dedikasi yang tinggi.
    (sumber : http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=23208)



    Tahun 1989, saat Pangeran Edward masih berpangkat Letnan Satu Polisi, terjadi titik balik dalam proses kehidupannya. Masa menyerap pelajaran sudah harus digantikan dengan masa pembuktian dari apa yang dipelajari. Dinamika dan problematika kehidupan sudah harus dihadapi secara nyata. Pada tahun itu tiga tanggung jawab harus ia sandang sekaligus, tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, tanggung jawab sebagai Sai Batin, serta tanggung jawab sebagai abdi masyarakat di Kepolisian.

    Tahun 1989, pasti tak pernah akan terlupakan oleh Pangeran Edward. Karena pada tahun itu ia menikahi Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan menjadi permaisurinya. Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan adalah keturunan pemuka Rajabasa sekaligus pemuka masyarakat Lampung, H. Muhtar Hasan yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung. Wilayah Rajabasa secara kultural memang bagian dari wilayah Kepaksian Pernong.
    Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII menikah dengan Ratu Mas Intan Dalom Ratu Marga Buay Kenyangan pada tahun (1989). Perhelatan Perkawinan Pangeran Edward bersamaan dengan Penobatannya sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong. Perisitiwa ini mendapat perhatian dari masyarakat adat Sai Batin dan liputan media massa. Perkawinan dan penobatan dilaksanakan dengan upacara adat kebesaran.
    Dari hasil pernikahan itu kini dikaruniai seorang putri, bernama Regina Nareswarifiruzzaurrahma dengan nama panggilan: Dalom Putri.
    Sang Ratu sendiri dilahirkan di Rajabasa. Daerah ini memiliki dermaga laut yang pada masa lalu memiliki hubungan dekat dengan Kesultanan Banten. Bahkan bandar di Rajabasa memiliki garis lurus ke timur sedikit tenggara persis dengan bandar di Banten. Bahkan menurut riwayat, pada saat-saat tertentu, permukaan air dari Rajabasa hingga ke Banten dalam keadaan seperti permadani, tenang-datar tetapi angin bertiup kencang sehingga perahu menjadi sangat laju. Rajabasa, salah satu bandar dalam pengaruh kekuasaan Banten.
    Pemuka masyarakat dan adat di Rajabasa seba / menghadap ke Banten. Dia mendapat gelar Tumenggung Rasamenggala dari Kesultanan Banten. Dia ini juga mempunyai pula saudara yang tinggal di Banten, Tumenggung Wartamenggala. Hubungan dagang, hubungan politik, dan hubungan budaya antara Rajabasa dan Banten telah berjalan lama.
    Bersamaan dengan upacara pernikahan, sebagaimana tradisi di Kepaksian Pernong, Pangeran Edward dilantik menjadi Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII.
    Berbeda dengan Sai Batin sebelumnya, Pangeran naik tahta tanpa mengikuti tradisi duduk di atas Pepadun. Meski sebenarnya Pangeran Edward dan semua rakyat Kepaksian Pernong tetap ingin melakukan upacara penobatan dengan mengikuti tradisi, namun apa hendak dikata, perjalanan waktu acapkali membuat orang lupa. Dikisahkan, penobatan Pangeran Edward akan dilakukan di Tanjung Karang. Sementara Pepadun disimpan di Buay Belunguh di Batu Brak. Maka diutuslah Raja Perwiranegara, sebagai Pemapah Dalom Pernong untuk menemui Sai Batin Belunguh, M. Yusuf Effendi gelar Sultan Permata Jagat. Intinya menyampaikan informasi akan digunakannya Pepadun yang tersimpan di Kepaksian Belunguh bagi penobatan Pangeran Edward.
    Dengan alasan Pepadun belum pernah digunakan di luar wilayah Sekala Beghak, sedang Pangeran Edward akan dinobatkan di Tanjung Karang, maka Pepadun tidak dapat dipakai/dipinjam. Kemudian Pangeran Effendi menyatakan Pepadun akan tetap menjadi simbol pusaka tetapi tidak bisa lagi digunakan untuk penobatan.
    Seperti sudah disinggung di bagian awal tulisan ini, Pepadun yang merupakan pusaka leluhur itu, karena dipandang bertuah, telah dipreteli atau dicacah oleh tangan-tangan jahil. Dengan dasar itu, maka sesungguhnya Pepadun sudah tidak lagi seperti semula, hingga tidak bisa lagi digunakan sebagai dampar. Dan berdasarkan filosofi adat, sebuah singgasana yang sudah dirobek-robek sudah hilang tuah kebesarannya. Pangeran Edward memutuskan tidak menggunakannya saat Penattahan Adok (penobatan) Sai Batin Kepaksian Pernong.
    “Ibu waktu ditanya perihal ini pun mengatakan, tidaklah mengapa sebab Pepadun itu sendiri kini sudah berubah bentuk dan maknanya. Jadi penobatan Sai Batin tanpa pepadun tidak menjadi masalah, bisa saja, “kata Pangeran Edward.
    Karenanya, kini pepadun tersebut tinggallah suatu benda peninggalan sejarah.
    Ada kisah menarik usai penobatan. Sebagaimana dalam tradisi selepas naik tahta, hari berikutnya Pangeran Edward harus berangkat dengan berjalan kaki mendaki Gunung Pesagi bersama sejumlah pengawal, dan menginap di puncak. Di puncak gunung itu, mereka didera rasa dingin yang mengiris tulang. Sesuai tradisi sebelumnya, di perjalanan ke puncak itu, biasanya, kehadiran Sai Batin yang baru akan disambut oleh harimau dengan memperlihatkan bekas-bekas tapak kakinya di sepanjang tanah jalan setapak yang dilalui Sai Batin. Menurut cerita, kadang kedatangan harimau itu disertai suara auman yang berdengung. Konon, apabila Sai Batin baru tidak disambut kehadiran harimau, diperkirakan keabsahan tahtanya dipertanyakan. Pada waktu Pangeran Edward melakukan ritual tradisi ini, hingga puncak tidak ditemukan jejak harimau. Jangan-jangan karena tidak duduk di kayu pepadun pada saat penobatan? Namun ketika dingin telah menggigilkan dan sampai hampir tidak kuat menahannya, jelas sekali terlihat di tanah bekas tapak-tapak kaki harimau di atas tanah basah. “Untuk meyakinkan, di antara kami ada yang memotret deretan bekas tapak kaki harimau itu beberapa kali dari berbagai sudut pengambilan. Setelah dicetak, tak satupun yang muncul gambar tapaknya. Hanya tanah datar tampak jelas dan detail tetapi tanpa bekas tapak,” cerita Pangeran Edward.
    Sejak penobatan itu, maka tahta Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak adalah bagian dari tanggungjawab kehidupan bermasyarakat Pangeran Edward, khususnya dalam masyarakat adat yang dipimpinnya. Di dalam masyarakat adatnya, Pangeran Edward adalah satu-satunya Pangeran, satu-satunya Sultan, satu-satunya junjungan. Ia menjadi pemangku adat yang segala laku hidupnya harus bisa menjadi suri tauladan bagi semesta kehidupan.
    Modal dasar yang dimiliki Pangeran Edward sebagai Si Batin sangatlah kuat. Dalam pandangan Ibnu Hadjar Raja Sempurna modal dasar yang terpenting adalah prinsip hidup orang-orang Kepaksian Pernong, yaitu “yang saya turut adalah perintah Sai Batin”. Apapun yang diperintahkan Sai Batin, akan dituruti. Itulah kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan itu bukan karena sebab-sebab lain. Sebab-sebab utamanya adalah karena adanya kharisma dari Sai Batin. Kharisma itu diberikan Tuhan sejak dalam rahim, dalam kandungan. Orang lain tidak bisa meniru atau membuatnya. Dari dulu, Sai Batin Kepaksian Pernong adalah orang-orang yang punya kharisma. Di antaranya, karena tindakan dan omongannya bisa dipercaya.
    Mungkin karena laku pada masa lalu, khususnya puasa Senin-Kamis, dekat dan selalu menyantuni anak yatim, dekat dengan ulama yang membuat kharisma Pangeran Edward terus bersinar. Ketika menghadiri Festival Kraton di Surakarta tahun 2006, misalnya, bersama raja-raja dari seluruh Nusantara, Pangeran Edward datang dan dijamu oleh Sunan Paku Buwono XIII di Kraton Surakarta. Pada saat itu tidak diketahui darimana muasalnya, dia diminta menyampaikan sambutan mewakili raja-raja yang lain. Pangeran Edward juga tidak tahu, apa yang harus ia sampaikan. Akhirnya ia pun berbicara ringan tanpa beban, berterimakasih kepada Sunan Paku Buwono XIII. Sekaligus ia bersaksi dan menyatakan bahwa Sunan Paku Buwono XIII itulah yang sah dan bertahta di Kraton Surakarta.
    Selesai berbicara, ia didatangi sejumlah pejabat istana dan sejumlah abdi dalem yang mengatakan pada waktu ia datang dan berpidato ada angin bertiup agak kencang selama beberapa saat di dalam istana tempat perhelatan itu. Bahkan mereka mengatakan sebuah ramalan telah terjawab malam itu. Menurut ramalan yang diyakini, Sunan Paku Buwono suatu saat akan kedatangan ratu ganteng berkulit kuning dari arah Barat yang akan membantunya. Mereka menafsirkan, Pangeran Edward lah yang disebut-sebut dalam ramalan itu. “Ya, mana saya tahu, saya datang karena diundang dan pidato karena diminta. Mereka bilang begitu tapi saya tidak tahu menahu,” kata Pangeran Edward merendah. 

    Antara Tanggung Jawab Adat dan Tanggung Jawab Negara


    Selain tanggung jawab adat yang diemban, sebagaimana kakek dan ayahandanya semasa hidup, juga berjuang, mengabdi, dan membela Republik Proklamasi, Pangeran Edward mengemban tugas negara. Ia menjadi Sai Batin bagi masyarakat adatnya yang terwarisi dan bersatu secara turun temurun, sekaligus mengabdi kepada bangsa dan negara melalui jalur kepolisian negara. “Kalau dalam hal membela Republik ini, putra-putra terbaik Kepaksian Pernong telah membuktikannya, lima tokoh di antara leluhur kami dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, paman-paman kami juga tokoh-tokoh masyarakat dan pimpinan daerah yang disegani. Seterusnya, perjuangan mereka kami lanjutkan,” kata Pangeran Edward penuh semangat.

    Makna dari tugasnya di negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Bhayangkara Negara, baginya seperti reaktualisasi nilai-nilai kejuangan yang ditanamkan ayahandanya, Pangeran Maulana Balyan, dan nilai-nilai luhur adat Sai Batin yang ditanamkan kakeknya, Pangeran Suhaimi. Bahkan dalam banyak hal, dalam menjalankan tugas kepolisian sebagai pengayom masyarakat, nilai-nilai kasih sayang yang ditanamkan ibundanya, Siti Rahmasuri seakan menemukan bentuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi jelas, nilai-nilai adat yang kami warisi akan menjadi modal dasar dan modal besar untuk mengabdi kepada bangsa ini. Adat menjadi alat pemersatu dan penguatan kebanggaan sebagai bangsa,” kata Pangeran Edward mantap.
    Tahun 1992, karena prestasi kerjanya di dinas kepolisian, Pangeran Edward mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kembali. Masuk Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Polri, Pendidikan Reguler Angkatan XX (DikReg XX – 1992-1993) selama 9 bulan. Bertepatan dengan angkatan ini dimulai, lama pendidikan Selapa Polri diubah dari 6 bulan menjadi 9 bulan. Dan ia menyabet prestasi sebagai lulusan terbaik dan ditempatkan di Polda Metro menjadi Kepala Sub Unit I Reserse Umum Polda Metro Jaya. Baru tiga bulan, naik promosi sebagai Kepala Satuan Serse Polres Metro Bekasi (1993-1996). Di Bekasi, ia selama tiga setengah tahun memantapkan pengalaman resersenya.
    Di samping banyak kasus-kasus yang berkait dengan masalah pertanahan, wilayah Polres Metro Bekasi waktu itu merupakan kawasan rawan kejahatan. Hampir tiap hari terjadi kejahatan, terutama perampokan. Ketika itu bahkan perampok beroperasi secara berkelompok, dalam waktu hampir bersamaan, turun serentak 150 orang dan merampok ke 30 rumah warga dalam wilayah yang tersebar. “Kita harus kerja keras, berpikir keras, sering kejar-kejaran hingga melintas keluar wilayah,” kenang Pangeran Edward.
    Mendekati tiga tahun bertugas di Bekasi, Pangeran Edward mendapat tantangan besar. Tahun 1995, di wilayah kerjanya terjadi perampokan dan pemerkosaan keluarga Acan. Heboh, koran dan televisi melakukan liputan luas dan mendalam. Dalam tempo 11 hari, berkat kerja keras Tim Buru Sergap yang dipimpin Pangeran Edward, para pelakunya tertangkap dan kasus terungkap. Kasus terkuak tuntas tanpa menyisakan tanda tanya di masyarakat. Persidangan pengadilan memberi ganjaran kepada 11 pelakunya, rata-rata 15 tahun penjara.
    Karena keberhasilan itu, Presiden Soeharto memanggilnya ke Istana Negara untuk menerima Lencana Adhi Satya Bhakti. “Itu adalah suatu penghargaan khas profesi kepolisian,” kata Jenderal Dibyo Widodo, Kapolri waktu itu. Lencana itu diberikan karena keberhasilan polisi mengungkap kasus besar dan menyita perhatian masyarakat.

    Keberhasilan ini membawa Pangeran Edward dipromosikan menjabat Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat. Tercapailah cita-citanya, tercapailah angan-angannya, terpenuhi keinginannya. “Ternyata Tuhan mendengar doa-doa saya. Tugas ini adalah amanah. Saya harus emban tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” katanya.
    Saat menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat (1996-1998) kembali Pangeran Edward berhasil mengungkap banyak kasus kejahatan, sejumlah di antaranya kasus-kasus besar. Termasuk, kasus Robot Gedek, suatu kasus krimininal yang fenomenal dalam sejarah kriminalitas di ibukota. Robot Gedek, pelaku sodomi terhadap belasan korban, sebagian di antaranya dibunuh. Kasus ini juga menyita perhatian media massa, para ahli psikologi dan hukum, serta proses penuntutan dan pembuktian yang agak rumit. Bahkan kasus ini menjadi inspirasi pembuatan film layar lebar.
    Keberhasilan ini juga membawa Pangeran Edward memperoleh penghargaan dari Kepala Kepolisian RI. Langsung pula dipromosikan menjadi Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Utara (1998-1999). Saat bertugas di wilayah Jakarta Utara ini, huru hara peristiwa “Mei 1998” yang berkait dengan reformasi terjadi. Pangeran Edward bersama jajarannya bekerja keras agar wilayah Jakarta Utara dapat terus terkendali, tetap kondusif untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang memanas waktu itu. “Itu pengalaman pengendalian situasi yang amat dramatis. Memerlukan intuisi tambahan, memerlukan kecakapan pikiran, pengendalian emosi, serta kematangan taktis dalam bertindak,” kenang Pangeran Edward.
    Pada saat itulah ia mendapatkan pengalaman berharga. Terutama dari seniornya, Kapolres Metro Jakarta Utara saat itu, Letkol Pol Drs. Wisjalu Amat Sastro, SH. Senior ini mengatakan, “... Dik, dari seluruh rangkaian manajemen itu, Anda harus hati-hati dalam hal yang terakhir ini, kontrol atau dal itu, karena dal itu sangat menentukan betul.” Dal adalah pengendalian. Faktor pengendalian sangat penting. Pangeran Edward menambah pengalaman dalam pengendalian personilnya di lapangan, khususnya ketika harus “mengelola massa”.
    Selesai bertugas di Jakarta Utara, Pangeran Edward mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri atau menjadi Perwira Siswa (Pasis) Sespim Polri Pendidikan Reguler Angkatan XXXV (1999-2000).
    Selesai mengikuti Sespim, Pangeran Edward mendapat tugas menjadi Kabag Reserse Tipiter Polda Jawa Barat di Bandung (2000). Baru dua bulan bertugas di sana, dimutasi menjadi Kasat Reserse Polwiltabes Bandung. Pada saat ini pula, kembali Pangeran Edward bersama jajarannya berhasil mengungkap dan menangkap tersangka pelaku peledakan bom. “Waktu itu terjadi percobaan peledakan 11 gereja pada malam tahun baru,” kenang Pangeran Edward.
    Pengungkapan kasus serius ini mendapat back up dari Tim Mabes Polri. Tim Reserse dipimpin Pangeran Edward bekerjasama dengan Tim Intel dari Polwiltabes Badung memburu tersangka pelaku ke berbagai penjuru. Di antaranya, tertangkap di Brebes, Jawa Tengah. Keberhasilan ini pula yang membawa penugasan baru baginya sebagai Kapolres Bandung Tengah (2001-2002). Dari lingkungan Polwiltabes Bandung, tahun 2002 Pangeran Edward mendapat penugasan di Polwil Priangan, tetangga dekat, sebagai Kapolres Bandung di Cibabat. Saat inilah, Pangeran Edward mendapat Piagam Penghargaan dari DPRD Kabupaten Bandung dan Walikota Cimahi karena keberhasilannya menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan bermasyarakat di daerah itu.
    Di Bandung ini pula Pangeran Edward mendapat penghargaan dari masyarakat Pasundan. Penghargaan itu baru tiga kali diberikan semenjak zaman kemerdekaan. Dua penerima sebelumnya dari TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi jederal. Keduanya telah wafat.
    Tahun 2003, Pangeran Edward dipromosikan menjadi Wakapoltabes Palembang. Selama bertugas di Palembang ini pulalah Pangeran Edward makin mengentalkan minatnya pada budaya dan tradisi masyarakat lokal. Pelajaran selama bertugas di Jakarta dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya, mendapat pengalaman dan warna baru saat di Palembang.
    Sembilan bulan bertugas di bumi Sriwijaya, Pangeran Edward Syah Pernong dipromosikan naik pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi dengan tiga melati di pundaknya. Pada saat itu ia menerima penugasan baru sebagai Kapolres Metro Bekasi, seakan balik kandang. Pada saat menjabat Kapolres Metro Bekasi, Pangeran Edward mendapat pengalaman berharga, yaitu melaksanakan Pilot Proyek Program Koban atas bantuan Pemerintah Jepang. Intinya, proyek mengubah perilaku dan citra polisi ke arah aparat sipil. “Pengemasan polisi sipil profesional, perilaku polisi yang bersahabat, dekat dan melayani masyarakat,” katanya.
    Dan mulai Februari 2006, Pangeran Edward dilantik menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat. Saat buku ini ditulis Pangeran Edward sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Sespati.
    Dalam hal menjalankan tugas, Pangeran Edward tidak pernah tidak, harus turun ke bawah, mendekat ke anggota. Pimpinan, baginya, harus berada di tengah-tengah anggotanya. Tugas dan kewenangan memang harus didelegasikan tuntas sesuai dengan fungsi dan porsinya masing-masing sampai pada tataran terendah. Ketika operasi bergerak, pimpinan harus bersama mereka untuk memotivasi anggota. Bersamaan dengan itu, fungsi kontrol dan pengendalian akan terjadi dengan sendirinya.
    Dalam penerapan strategi agar mencapai tujuan, Pangeran Edward mengumpakannya dengan permainan catur. “Semua biji catur diperankan tetapi tidak selalu semua harus dimainkan. Bahkan dalam beberapa hal, hanya beberapa biji saja yang dimainkan. Yang diam, justeru bisa menjadi kunci untuk matikan gerakan lawan, yang bergerak seakan tanpa guna justeru dimaksudkan untuk empat lima langkah ke depan, demikian seterusnya,” ungkapnya.
    Hanya, sebagai polisi ia sering kecewa apabila strategi, teknik, taktik, siasat penangkapan penjahat kakap dan licin diungkapkan secara terbuka sampai detail melalui media massa. Pengungkapan ini membuat perbendaharaan teknik rahasia serse menangkap penjahat menjadi berkurang. Penjahat bisa belajar dan mudah menangkal teknik polisi. “Ya kita umumkan pejahat tertangkap. Proses penangkapan disampaikan kronologinya saja tidak sampai teknik detail. Kita sering jadi repot pada pengembangan tugas-tugas berikutnya. Cara pengungkapan dan penangkapan yang sama tidak bisa diterapkan lagi. Tapi ada hikmahnya juga, polisi harus selalu kreatif.”
    Sejumlah kasus menonjol pernah diungkap Pangeran Edward dan anak buahnya dalam tempo kurang dari 24 jam setelah peristiwa. Beberapa di antaranya kurang dari 8 jam. Ada seorang Kapolsek yang menjadi bawahan Pangeran Edward pernah bertanya rahasia kecepatan bergerak dan membawa hasil, Pangeran Edward menjawab dengan berseloroh, “ Hai.... itu berkat kau selalu makan kue matsuba.” Kapolsek itu berasal dari Palembang, dan di kota itu terkenal pula makanan khas kue matsuba yang sangat enak dan untuk mematangkan roti itu perlu waktu 8 jam.
    Sebagai pengendali operasi, Pangeran Edward sering melakukan kreasi pengorganisasian. Di organisasi operasi, polisi mengenal Tim Buru Sergap (Buser); Tim Resmob, Tim Khusus dan sebagainya. Ia menyusun organisasi kecil dalam operasi Tim Saring – sanggong dan ringkus, Tim Keris – kejar dan ringkus, artinya kalau sudah turun lapangan harus bekerja sampai meringkus tersangka. Sebagai reserse senior, Pangeran Edward selalu meletakkan keberhasilan tugas sebagai bagian dari keberhasilan menggerakkan segenap potensi dan jaringan. “Man, money, dan material adalah kuncinya. Faktor manusia nomor satu, anggaran penting agar mampu membangun jaringan, dan teknologi reserse.”
    Sebagai perwira menengah polisi yang bukan berasal dari Akademi Kepolisian, karier Pangeran Edward di bidang reserse memang menarik perhatian. Bahkan bagi polisi-polisi muda perjalanan kariernya sering dijadikan pembanding. Keberhasilan sangat tergantung pada motivasi dan prestasi manusianya. Tidak kalah pentingnya, bagi Pangeran Edward adalah human invest, pemeliharaan hubungan baik dengan semua pihak. Seseorang akan berhasil apabila dipercaya oleh orang lain. “Salah satu cara agar dipercaya, orang selalu melihat apakah kerja kita benar. Tunjukkan tanggung jawab. Jangan sampai lepas tanggung jawab. Tidak berhenti sebelum berhasil. Dengan kepercayaan, kita akan mendapat tugas atau diberi kesempatan. Tanpa kesempatan, bagaimana bisa berkiprah?”
    Lepas dari itu semua, pelaksanaan tugas polisi selalu membutuhkan nyali. Yang paling utama, polisi harus punya nyali. Polisi akan berhadapan dengan situasi tak terprediksi. Situasi-situasi seketika. Polisi harus ambil keputusan tepat dalam situasi mendadak. Punya intuisi, punya naluri, punya teori, punya pola penanganan, tanpa nyali tidak akan bisa ambil tindakan tepat. “Tanpa nyali akan ragu. Peragu tidak pernah bisa ambil keputusan tepat.” 

    Memilih Menjadi Abdi Negara


    Cita-cita menjadi tentara tak pernah pupus. Selepas lulus menjadi sarjana hukum pun Pangeran Edward masih berusaha untuk bisa masuk menjadi tentara, melalui jalur Milsuk (Militer Sukarela). Rupanya kesempatan terbuka di Kepolisian. Dan penguasaan ilmu hukum yang dipelajari di UGM telah pula membuka hatinya untuk menjadi polisi. Dengan perasaan mantap, ia mendaftar menjadi polisi dari jalur “milsuk” dan diterima. “Menjadi polisi bagian dari cara saya mengabdi pada republik ini. Republik yang di antaranya ikut didirikan oleh kakek-moyang kami,” kata Pangeran Edward mantap.

    Pangeran Edward jadi polisi? Siapa sangka, pangeran yang semenjak SD sampai SMA bukan siswa yang tergolong rajin belajar, lebih banyak baca komik ketimbang buku pelajaran, malah tergolong siswa yang kerap tidak masuk sekolah, malah diterima di FH UGM dan setelah itu menjadi polisi.
    Ketika mulai bertugas di kepolisian (1984), Pangeran Edward ingin selalu bisa memberikan pengabdian terbaik. Ketika mulai berdinas, Pangeran Edward ditempatkan di bidang pendidikan, sebagai tenaga pengajar PTIK, tahun 1984-1986. Mungkin karena bekal kesarjanaannya itu, dan bukan dari akademi polisi maka ia tidak ditugaskan di “jajaran tempur”. Penugasan itu dijalankan sebaik mungkin. Kerja keras dan loyalitas di dalam menjalankan tugas, membuat Pangeran Edward banyak dikenal para perwira polisi yang sedang menempuh pendidikan di PTIK. Perkenalan itu membawa pengaruh positif pada saat mereka bertemu dalam tugas-tugas berikutnya di berbagai tempat. “Paling tidak kita sudah saling mengenal kemudian bisa mendapat kepercayaan dan kita berpeluang untuk membuktikan karya, kerja, dan prestasi.”
    Mula-mula, karena merasa sebagai “polisi non tempur” – mungkin disiapkan menjadi polisi kantoran, Pangeran Edward tidak memiliki cita-cita muluk-muluk dalam meniti karier di kepolisian. Namun, api semangat berprestasinya tambah menyala ketika ia mendapatkan kesulitan untuk memberikan advokasi kepada salah seorang kerabatnya yang sedang terkena perkara di wilayah Jakarta Pusat. Ketika itu Pangeran Edward bermaksud ingin mencari kejelasan duduk perkara sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara proporsional. Mungkin karena polisi dari lembaga pendidikan, Pangeran Edward dipandang sebelah mata oleh oknum polisi tertentu. Sejak itu, Pangeran Eward bercita-cita, suatu saat bisa menjadi anggota satuan reserse, bahkan kalau mungkin, ingin menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Pusat.
    Rupanya, Gubernur PTIK waktu itu, tahu bakat dan performa kerjanya. Pangeran Edward dikirim untuk mengikuti pendidikan kejuruan serse (Dikjur Serse Polri). Setelah lulus ia pun dipindah dari staf di PTIK ke Bagian Reserse Markas Besar Kepolisian RI, sebagai Panit Sat Dik Khusus Sub Dit Serse Umum Mabes Polri (1986-1992). Akhirnya segala doa-doa dikabulkan, segala cita-cita menjadi kenyataan. “Semuanya buah kerja keras dan loyalitas.”
    Selama menjalani tugas baru yang dicita-citakan ini, Pangeran Edward juga sering tergabung dalam tugas-tugas khusus dan kegiatan temporer lainnya dalam satuan-satuan tugas tertentu. Dan antara 1985-1992 tugas-tugas kesersean digelutinya secara intensif, dalam menjalankan tugas, ia juga terus belajar, mengasah ketajaman di bidang serse.
    Selama menjadi polisi, Pangeran Edward menyerap pesan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, seorang pakar kepolisian, bahwa polisi harus ada otot, harus ada otak, dan harus ada hati nurani. Pangeran Edward menyakini prinsip itu. Namun, baginya, masih harus ada satu tambahan lagi, polisi harus punya nyali. Itulah sebabnya, sejak muda Pangeran Edward terus mengasah nyali. “Tanpa nyali, otot-otak-hati nurani tidak ada gunanya. Sebaliknya, hanya dengan nyali tanpa otot, otak, dan hati nurani juga akan konyol. Nyali itu penting.”

1 komentar: